Beberapa tahun lalu saya memutuskan untuk pergi ke Everest Base Camp (EBC), melakukan trekking selama 12 hari. Untuk melakukan trekking ke titik tertinggi 5545m ini dikatakan diperlukan persiapan yang tidak main-main.
Diperlukan fisik yang kuat dan stamina prima untuk trekking naik gunung dengan udaranya yang tipis karena sudah di atas ketinggian 3000 m Namun sayangnya saya menyikapinya dengan main-main.. Yaa mungkin kalian sering dengar orang yang sok humble ga pernah latihan, padahal badan otot semua trus gemar lari marathon.
I really am not!!
Saya hanya berlatih seadanya, lari keliling komplek yang cuma berjarak 2 Km 2x seminggu.. Jadi ya stamina saya staminanya pelari 2 kilo Maka yang terjadi ketika trekking, hasilnya luar biasa kacau. Saya selalu tertinggal di belakang. Setiap mengambil 4-5 langkah saya perlu beristirahat karena kehabisan nafas. Di hari kedua trekking saya sudah jatuh sakit, dan berpikir rasanya saya tidak akan kuat sampai ke tujuan.. Di keesokan harinya setelah 6 jam trekking saya kembali berpikir seperti itu,
“Besok saya sepertinya sudah tidak kuat lagi..”
Begitu juga hari-hari seterusnya.. Saya ga akan kuat sampai.. Saya ga akan kuat sampai.. Sampai benar-benar sampai!!! Walaupun saya mengalami sakit sembuh sakit sembuh, berjalan paling lambat, namun akhirnya saya berhasil menyelesaikan trekking ini.. Trekking yang luar biasa menguras fisik dan mental ini mengajarkan saya satu hal. We are much stronger than we think we are..
Namun untuk mengetahuinya kita harus melalui fase yang sangat-sangat tidak mengenakkan.. Apakah karena kepepet, tekanan, atau karena tidak ada pilihan.. Jelas jauh dari kata comfort zone.. Dalam case saya, karena saya tidak ada pilihan, lanjut terus!!
Fyi aja berat saya turun 5 kg dalam 12 hari trekking, padahal sebelum berangkat sudah diet juga turun 4 kg. Kebayang kan gimana diremasnya tuh badan?? Selama perjalanan saya menemukan banyak orang-orang berusia 60an, bahkan di atas 70!!
Trekking EBC ini mungkin cocok disebut trekkingnya manula, karena saking banyaknya!!
Lewat kebodohan saya yang persiapan seenaknya, terlalu nyaman di comfort zone lari keliling komplek, saya merasakan dampak buruknya yang sangat kedodoran ketika melakukan trekking. Namun karena kebodohan itu memaksa saya keluar sangat jauh dari comfort zone saya.. Habis-habisan dalam perjalanan.. Mengajari saya sesuatu yang berharga.
“Kita lebih kuat dari yang kita kira..”